Tak ingin melewatkan momen penting peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada Minggu (1/9), Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya (KBM FE UNSERA) menggelar diskusi (Senin, 2 Oktober 2017) mengenai makna dan kecintaan mahasiswa akan lahirnya Pancasila sebagai pedoman Dasar Negara Indonesia selama ini. Terlebih, mengingatkan Mahasiswa sebuah sejarah besar peristiwa G30S/PKI yang telah menewaskan sedikitnya 7 jenderal pada saat itu.
Diskusi Peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini, dimulai pukul 16.30 yang seharusnya dijadwalkan pada pukul 15.30 namun ngaret karena suatu kendala, diskusi ini berlangsung di Ruang 03 lantai 1 gedung B kampus UNSERA. Diikuti sedikitnya 30 Mahasiswa yang terdiri dari pengurus & anggota BEM FE, HUMAN dan HIMAKSI, serta mahasiswa baru sekaligus calon kader kebanggaan KBM FE.
Diskusi terkait "Hari Kesaktian Pancasila" ini spesial dihadiri oleh Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa UNSERA (Kang Busairi) dan Presiden Mahasiswa UNSERA (Kang Muhron), serta senior KBM FE (Kang Andi Rohaendi) selaku narasumber dalam diskusi tersebut. Diskusi ini bukan hanya diikuti oleh mahasiswa yang bernaung di KBM FE, tetapi juga diikuti oleh mahasiswa fakultas lain yang berada di KBM UNSERA.
Diskusi dibuka oleh moderator, Kang Aldi Haris Firdaus selaku ketua DPM FE sekaligus penyelenggara diskusi tersebut. Menurutnya, seharusnya diskusi ini berlangsung pada tanggal 1 Oktober yang bertepatan dengan "Hari Kesaktian Pancasila" namun terbentur oleh hari libur. Kang Aldi menegaskan, secara kelembagaan diskusi ini dibuat untuk mereviuw kembali nilai-nilai Pancasila yang selama ini diketahui, tetapi implemenntasinya terkadang tidak diterapkan secara nyata.
Hari Kesaktian Pancasila, dianggap sebagai bukti bahwa Pancasila itu
ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis
Indonesia (PKI) tahun 1965. Meskipun sampai kini kalangan sejarawan
masih melakukan kajian-kajian terhadap tudingan pelaku pembantaian
keenam jenderal dan seorang letnan tersebut.
Terlepas dari persoalan itu, Kang Andi menilai perlunya tetap memaknai
Hari Kesaktian Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada era
pascareformasi seperti saat ini. Pancasila yang lahir dari akar sejarah
budaya bangsa itu tetap diyakini mengandung nilai-nilai luhur universal
yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia, yakni Ketuhanan yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sudah jelas banget Indonesia itu pelopor gerakan non-blok, ya jelas aja Pancasila itu bukan Kiri (Komunis) dan bukan juga kanan (Kapitalis). Pancasila itu maju kedepan, menyongsong indonesia yang lebih baik dengan ideologi buatan sendiri, tambahnya, Kang Andi Rohaendi (2/9).
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sudah jelas banget Indonesia itu pelopor gerakan non-blok, ya jelas aja Pancasila itu bukan Kiri (Komunis) dan bukan juga kanan (Kapitalis). Pancasila itu maju kedepan, menyongsong indonesia yang lebih baik dengan ideologi buatan sendiri, tambahnya, Kang Andi Rohaendi (2/9).
Peringatan hari kesaktian Pancasila menurut Kang Andi Rohaendi,
seharusnya dijadikan media refleksi untuk merenungkan bagaimana bangsa
Indonesia saat ini menggunakan Pancasila untuk hidup berbangsa dan
bernegara. Dalam masa transisi ke arah demokrasi yang sebenarnya saat
ini, ternyata telah terjadi krisis dan disentegrasi moral dan mental.
Dalam rangka mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat
terpanggil untuk membela Pancasila yang sedang berada diambang bahaya,
karena mulai banyak dilupakan. Dalam konsteks inilah kita perlu
merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara menuju terwujudnya
masyarakat yang demokratis. Tiga ideologi besar yakni Kapitalis,
Nasionalis dan Agamis menurutnya masih berperang di negeri ini. Beliau
juga menegaskan, Kejadian di Uni Soviet dan Eropa Timur di tahun
sembilan puluan dapat kita jadikan pelajaran penting bagaimana
membangun ideologi kuat sebagai modal dasar mempertahankan eksistensi
sebuah bangsa dan negara.
Dalam diskusi yang dipandu oleh narasumber Kang Andi Rohaendi tersebut,
para audiensi antusias mengikuti diskusi tersebut dan aktif mengeluarkan
argumen mereka secara bebas tetapi tetap tidak keluar dari pembahasan
diskusi.
Diskusi tersebut juga diramaikan oleh tanggapan para peserta diskusi. Salah seorang mempertanyakan, “Kenapa Pancasila belum bisa mengubah nasib bangsa Indonesia menjadi lebih baik.” Ujar Kant, Mahasiswa FISIP.
Narasumber menjawab: “Karena Pancasila belum sepenuhnya dijalankan oleh bangsa Indonesia, khusunya para pemimpin nasional.”
Kant
menceritakan bagaiaman Pancasila diselewengkan sejak jaman Orde Baru
hingga sekarang. Dia juga sempat menyinggung dengan mozaik P2STRATEGIK
UNSERA 2017 yang bertema "UNSERA NASIONALIS". Menurutnya, globalisasi
telah membuat kelompok muda dan mahasiswa semakin banyak berfikir
hedonis dan pragmatis. Dimana letak Nasionalisnya?
Kondisi
ini kata dia, jelas memprihatinkan untuk mengusung sikap kebangsaan dan
Nasionalisme bagi perubahan yang semakin baik. Banyaknya sikap
pragmatis dan hedonis ini semakin hilangnya ruang publik bagi mahasiswa
untuk berkreasi.
Disisi lain juga dia mengapresiasikan dengan adanya diskusi terkait "Hari Kesaktian Pancasila" yang diselenggarakan oleh KBM FE.
"Saya
sangat mengapresiasi sama kawan-kawan FE yang sudah mengadakan diskusi
mengenai Pancasila. Karena di era globalisasi ini budaya Literasi
dikalangan mahasiswa sudah pudar." Ujar Kant.
Penilaian
tentang kaburnya implementasi nyata dalam penerapan ideologi Pancasila,
juga terlontar dari kalangan aktivis lembaga kemahasiswaan yang hadir
dalam diskusi ini.
Agung Laksono, mahasiswa Teknik Industri UNSERA justru mengaku tidak
pernah melihat implementasi saktinya ideologi Pancasila ini.
"Saya justru melihat ada keterkikisan diantara pasal yang tidak menyatu dalam pengimplementasian Pancasila. Pancasila itu seharusnya sejalan dengan seluruh silanya. Tetapi pada kenyataannya Pancasila sudah termakan oleh kapitalisme yang membabi buta. Seperti contohnya Demokrasi, demokrasi kita bukan lagi sistematis, tetapi sudah liberalisme." Ungkapnya.
Agung juga menambahkan, ketika Orde Baru berkuasa selama 32 tahun, Pancasila telah mengalami reduksi dan pendistorsian habis-habisan. “Saat itu, Pancasila identik dengan rejim Soeharto. Jadi, siapa yang menentang rejim Soeharto dan kebijakannya, maka mereka akan dicap sebagai anti-Pancasila,” kata aktivis berkulit putih asal Teknik Industri itu.
Sekarang ini, kendati pancasila tidak lagi paksakan seperti di jaman
orde baru, tetapi benar-benar telah menghilang dari kehidupan bangsa
Indonesia. “Jokowi menyebut dirinya masih setia pada Pancasila, dan juga
program kerja prioritasnya yaitu "Nawacita" tetapi kenyataannya dia
adalah seorang neoliberal dan pendukung politik liberalisme, gagasan
programnya apa yang direalisasi apa. Gak nyambung!” kata Agung.
Oleh karena itu, bagi Agung, yang terpenting adalah bagaimana menerapkan
dan mempraktekkan nilai-nilai Pancasila, bukan sekedar menghafal
ataupun membacanya dalam teks-teks pidato.
Terlepas dari
persoalan mengenai Pancasila, Kang Aldi selaku moderator menegaskan
perlunya tetap memaknai Hari Kesaktian Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, terutama pada era pascareformasi seperti saat ini.
Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya
@dpmfeunsera
@bemfeunsera
@himaksiunsera
@human_unsera
#KitaTidakSedarahTapiKitaLebihDariKeluarga
Penulis : Khairul Anwar
Editor Famplet : Indra Bayu
No comments:
Post a Comment