Perjalanan masih sangat panjang. Sudah seharusnya kami bertahan untuk tetap tegak, tanpa membiarkan matinya sang rasa untuk mencipta karya, meski raga mungkin akan benar-benar koyak.
Walau terasa sedikit sesak, namun semangat yang tengah redup seakan tersulut kembali.
Secuil sajak untukmu yang kusebut, "Rumah"
Rumah Kami Masih Kokoh – Ketika saya terbuai oleh tangan lembut kesejarahan, daya nalar dan kreativitas menjadi semakin mengantuk dan akhirnya tertidur beberapa saat.
Dalam tidur itupun saya sempat bermimpi membangun kembali rumah kami yang ambruk, padahal saya tidak sedikitpun melihat tanda-tanda ambruknya rumah kami.
Bahkan saya lihat rumah kami masih tetap berdiri kokoh. Pondasi yang begitu kuat menghujam dan mengakar ke tanah. Konstruksi rumah yang saya yakin tak akan pernah lapuk oleh pukulan-pukulan waktu.
Sayangnya rumah kami seperti tak berpenghuni, debu menempel di dinding rumah dan seluruh lubang-lubang ventilasi udara ditutupi oleh jaring laba-laba yang menghalangi pandangan setiap orang yang lewat.
Saya terbangun ketika mendengar bisingnya tetangga-tetangga saya yang sedang membangun rumahnya masing-masing. Bahkan ada yang tergesa mengarahkan rumahnya ke arah matahari yang jarang sekali bersinar. Beberapa saat saya mengumpulkan kesadaran diri. Ternyata rumah kami memang masih berdiri kokoh dan saya sebagai kepala rumah tangga ingin mengundang tetangga-tetangga saya untuk bertamu ke rumah kami. Tangan kami terbuka menerima setiap orang yang datang berkunjung. Hanya mohon dimaafkan, rumah kami agak berantakan.
Saya tidak ingin membangun kembali rumah kami. Karena kami, rumah kami memang sudah berdiri kokoh.
kami hanya ingin membuat suasana baru.
Memang, rumah ini masih bertahan dan berdiri hingga hari ini, meski penghuninya datang silih berganti. Meski kadang rasanya belum sepenuh hati. Meski selalu dihantui oleh sang sunyi yang sendiri.
Semoga rumah kita ini tak akan pernah ambruk.
Seberapa kencang pun topan menghembuskan amukannya, semoga kita masih dapat bertahan. Semoga rumah ini akan benar menjadi rumah bagi setiap insan yang pernah tinggal. Baik yang masih tinggal atau yang tengah pergi. Pun bagi mereka yang mungkin masih setengah hati.
Rumah kita masih berdiri kokoh.
Dan akan terus berdiri. Karena sejauh apapun kau, aku, ataupun mereka pergi, rumah adalah tempat untuk kembali.
Saya tidak ingin membangun kembali rumah kami. Karena kami, rumah kami memang sudah berdiri kokoh.
Aku berjanji, rumah ini tak akan berdebu lagi. Tak ada lagi jaring laba-laba yang menutupi ventilasi. Sinar sang mentari akan selalu menyambut datangnya pagi. Dan sang sunyi tak akan lagi pernah menghantui. Aku berjanji.
Serang, Agustus 2019
(Khairul Anwar, yang selalu resah.)
No comments:
Post a Comment