Pandemi Covid-19 atau virus corona yang masih
mengepung dunia nampaknya belum bisa diredam. Virus yang menyebar dengan cepat
dan tak mengenal batas teritorial ini menjalar bak kebakaran dipadang rumput
ilalang, dengan cepat merembet ke berbagai Negara, membuat warga dunia menjadi
semakin khawatir dan panik. Dengan kekhawatiran yang cukup tinggi,
tidak sedikit instansi mengambil tindakan antisipasi untuk mencegah menyebarnya
virus tersebut. Bahkan sejak tanggal 16 Maret kemaren tidak sedikit kampus
memilih untuk mengganti kuliah tatap muka menjadi kuliah dengan system online,
begitupun dengan kampus Universitas Serang Raya (Unsera). Kampus yang mempunyai
tagline kampus jawara ini telah mengambil kebijakan hingga Ujian Tengah
Semester (UTS) bahkan bimbingan tugas akhir dilakukan secara daring (online)
sampai tanggal 11 Mei 2020.
Lantas,
apakah sejauh ini perkuliahan secara online di kampus jawara ini sudah berjalan
efektif? Banyak kejadian yang terselubung sehingga mahasiswa merasa tertekan
adanya system tersebut. Sudah lebih tiga pekan kuliah online dijalankan, hal
ini tidak akan pernah lepas dari namanya kontroversial. Dari system yang
dijalankan banyak keluhan dan juga dampak kurang baik yang dirasakan mahasiswa.
Sampai saat ini, suara aspirasi mahasiswa Unsera dalam menanggapi perkuliahan
secara daring tersebut sudah beragam. Mulai dari kesulitan mahasiswa yang
tinggal di daerah-daerah yang secara akses jaringan belum memadai, pembelian
kuota internet untuk menunjang perkuliahan daring, perkuliahan daring hanya
sebatas pemberian tugas dan sangat sedikit dalam transformasi ilmu, perlu
adanya sosialisasi dan pelatihan yang lebih mendalam kepada dosen Unsera dalam
melakukan kegiatan perkuliahan daring agar lebih siap dan tidak menjadi kendala
dalam menghadapi situasi seperti ini. Permasalahan-permasalahan inilah yang
seharusnya didengar oleh birokrasi kampus.
Sudah
selayaknya kampus jawara (unsera) harus bertanggungjawab terhadap kuliah online
yang menjadikan hak-hak mahasiswa berkurang. Seperti fasilitas kelas yang baik,
akses wifi kampus, buku di perpustakaan, bantuan dana kegiatan, bantuan dana
perlombaan, dan perkuliahan yang menuntut perkembangan intelektualitas. Seyogyanya,
Unsera seharusnya menyusun kebijakan baru dan tindakan untuk membendung semua
permasalahan yang terjadi, seperti memberi kebijakan memberi tunjangan kuota internet
atau memangkas Biaya Operasional Perkuliahan (BOP), hal ini menjadi hak
mahasiswa yang seharusnya didapatkan. Subsidi kuota ini sudah diterapkan
dibeberapa kampus di Indonesia, seperti contohnya Universitas Aisyiyah
Yogyakarta yang memberikan subsidi kuota bagi mahasiswa aktif semester genap
tahun 2019/2020 sebesar Rp. 250.000,- per mahasiswa. Pemberian subsidi tersebut
diwujudkan dalam bentuk pemotongan biaya pendidikan. Tapi sayangnya kampus
tercinta kita (Read;
Unsera) ini kurang responsif dengan keadaan ini. Mereka seolah abai
dan tak tau arah untuk menentukan arah kebijakan seperti apa dan bagaimana
untuk membantu mahasiswanya.
Dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan aspirasi dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.”
Dalam
hal ini, seluruh Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) yang tergabung dalam
Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Serang Raya (KBM UNSERA) telah
mengeluarkan tuntutan untuk Rekorat sebagai berikut :
1. Pemotongan Biaya Operasional
Perkuliahan (BOP) selama masa tanggap darurat Covid-19
2. Memberikan tunjangan kuota internet bagi
mahasiswa/mahasiswi.
Pada Hari Kamis, 2 April 2020, tuntutan tersebut telah
disampaikan kepada Rektorat yang diwakili oleh Wakil Rektor (Warek) II dan
Kabiro Kemahasiswaan, adapun perwakilan mahasiswanya diwakili oleh pimpinan
ormawa dilevel Universitas, yaitu Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
(MPM), Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Presiden & Wakil Presiden
Mahasiswa Unsera. Namun sangat disayangnya, dalam pertemuan dialog yang
dilakukan secara daring, tuntutan tersebut ditolak oleh rektorat dengan alasan
mempertimbangkan hak dosen sebagai tenaga pengajar, sungguh respon yang tidak
masuk akal memangnya ada hubungan apa biaya bangunan gedung dengan hak dosen?
Karena setiap dana yang masuk ke Yayasan semua sudah ada bagiannya termasuk hak
tenaga pengajar dan pegawai. Dalam dialog tersebut, respon rektorat dalam
menanggapi tuntutan tersebut hanya memberikan toleransi waktu pembayaran dan
system pembayaran diganti menggunakan virtual account agar
mahasiswa lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban, yaitu pembayaran SPP.
Alih-alih meringankan beban mahasiswa dan mengamini
tuntutan mahasiswa selama tanggap darurat Covid-19, kampus malah
merespon dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak diharapkan oleh mahasiswa.
Sungguh ironis, tidak ada sama sekali pendekatan rasa kemanusiaan dalam
kebijakan tersebut, yang tertanam dibenak kampus melulu soal komersil, sehingga
tidak aneh jika ada mahasiswa Unsera yang tidak bisa mengikuti UTS/UAS karena
proses pembayaran yang telat dan bahkan kurang Rp. 5.000,- pun tidak ada
toleransi.
Meskipun tuntutan tersebut belum mencapai titik
terang, dengan ini seluruh elemen mahasiswa khususnya Ormawa akan terus
meyerukan aspirasinya dan akan mengadakan pertemuan lanjutan dengan pihak
Rekrorat.
Ditulis oleh : Khairul Anwar, Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
No comments:
Post a Comment