Thursday, April 9, 2020

Kebijakan Kuliah Daring di Kampus Jawara, Apakah Sudah Pro terhadap Mahasiswanya?

Pandemi Covid-19 atau virus corona yang masih mengepung dunia nampaknya belum bisa diredam. Virus yang menyebar dengan cepat dan tak mengenal batas teritorial ini menjalar bak kebakaran dipadang rumput ilalang, dengan cepat merembet ke berbagai Negara, membuat warga dunia menjadi semakin khawatir dan  panik. Dengan kekhawatiran yang cukup tinggi, tidak sedikit instansi mengambil tindakan antisipasi untuk mencegah menyebarnya virus tersebut. Bahkan sejak tanggal 16 Maret kemaren tidak sedikit kampus memilih untuk mengganti kuliah tatap muka menjadi kuliah dengan system online, begitupun dengan kampus Universitas Serang Raya (Unsera). Kampus yang mempunyai tagline kampus jawara ini telah mengambil kebijakan hingga Ujian Tengah Semester (UTS) bahkan bimbingan tugas akhir dilakukan secara daring (online) sampai tanggal 11 Mei 2020.

Lantas, apakah sejauh ini perkuliahan secara online di kampus jawara ini sudah berjalan efektif? Banyak kejadian yang terselubung sehingga mahasiswa merasa tertekan adanya system tersebut. Sudah lebih tiga pekan kuliah online dijalankan, hal ini tidak akan pernah lepas dari namanya kontroversial. Dari system yang dijalankan banyak keluhan dan juga dampak kurang baik yang dirasakan mahasiswa. Sampai saat ini, suara aspirasi mahasiswa Unsera dalam menanggapi perkuliahan secara daring tersebut sudah beragam. Mulai dari kesulitan mahasiswa yang tinggal di daerah-daerah yang secara akses jaringan belum memadai, pembelian kuota internet untuk menunjang perkuliahan daring, perkuliahan daring hanya sebatas pemberian tugas dan sangat sedikit dalam transformasi ilmu, perlu adanya sosialisasi dan pelatihan yang lebih mendalam kepada dosen Unsera dalam melakukan kegiatan perkuliahan daring agar lebih siap dan tidak menjadi kendala dalam menghadapi situasi seperti ini. Permasalahan-permasalahan inilah yang seharusnya didengar oleh birokrasi kampus.

Sudah selayaknya kampus jawara (unsera) harus bertanggungjawab terhadap kuliah online yang menjadikan hak-hak mahasiswa berkurang. Seperti fasilitas kelas yang baik, akses wifi kampus, buku di perpustakaan, bantuan dana kegiatan, bantuan dana perlombaan, dan perkuliahan yang menuntut perkembangan intelektualitas. Seyogyanya, Unsera seharusnya menyusun kebijakan baru dan tindakan untuk membendung semua permasalahan yang terjadi, seperti memberi kebijakan memberi tunjangan kuota internet atau memangkas Biaya Operasional Perkuliahan (BOP), hal ini menjadi hak mahasiswa yang seharusnya didapatkan. Subsidi kuota ini sudah diterapkan dibeberapa kampus di Indonesia, seperti contohnya Universitas Aisyiyah Yogyakarta yang memberikan subsidi kuota bagi mahasiswa aktif semester genap tahun 2019/2020 sebesar Rp. 250.000,- per mahasiswa. Pemberian subsidi tersebut diwujudkan dalam bentuk pemotongan biaya pendidikan. Tapi sayangnya kampus tercinta kita (Read; Unsera) ini kurang responsif dengan keadaan ini. Mereka seolah abai dan tak tau arah untuk menentukan arah kebijakan seperti apa dan bagaimana untuk membantu mahasiswanya. 

Dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan aspirasi dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.” Maka mahasiswa Unsera wajib untuk menyuarakan segala aspirasi kepada birokrasi agar kampus menjadi tatanan kampus yang selalu kondusif dan kompetitif.

Dalam hal ini, seluruh Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Serang Raya (KBM UNSERA) telah mengeluarkan tuntutan untuk Rekorat sebagai berikut :
1.      Pemotongan Biaya Operasional Perkuliahan (BOP) selama masa tanggap darurat Covid-19
2.       Memberikan tunjangan kuota internet bagi mahasiswa/mahasiswi.

Pada Hari Kamis, 2 April 2020, tuntutan tersebut telah disampaikan kepada Rektorat yang diwakili oleh Wakil Rektor (Warek) II dan Kabiro Kemahasiswaan, adapun perwakilan mahasiswanya diwakili oleh pimpinan ormawa dilevel Universitas, yaitu Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Presiden & Wakil Presiden Mahasiswa Unsera. Namun sangat disayangnya, dalam pertemuan dialog yang dilakukan secara daring, tuntutan tersebut ditolak oleh rektorat dengan alasan mempertimbangkan hak dosen sebagai tenaga pengajar, sungguh respon yang tidak masuk akal memangnya ada hubungan apa biaya bangunan gedung dengan hak dosen? Karena setiap dana yang masuk ke Yayasan semua sudah ada bagiannya termasuk hak tenaga pengajar dan pegawai. Dalam dialog tersebut, respon rektorat dalam menanggapi tuntutan tersebut hanya memberikan toleransi waktu pembayaran dan system pembayaran diganti menggunakan virtual account agar mahasiswa lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban, yaitu pembayaran SPP.
Alih-alih meringankan beban mahasiswa dan mengamini tuntutan mahasiswa selama  tanggap darurat Covid-19, kampus malah merespon dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak diharapkan oleh mahasiswa. Sungguh ironis, tidak ada sama sekali pendekatan rasa kemanusiaan dalam kebijakan tersebut, yang tertanam dibenak kampus melulu soal komersil, sehingga tidak aneh jika ada mahasiswa Unsera yang tidak bisa mengikuti UTS/UAS karena proses pembayaran yang telat dan bahkan kurang Rp. 5.000,- pun tidak ada toleransi.
Meskipun tuntutan tersebut belum mencapai titik terang, dengan ini seluruh elemen mahasiswa khususnya Ormawa akan terus meyerukan aspirasinya dan akan mengadakan pertemuan lanjutan dengan pihak Rekrorat.


    Ditulis oleh : Khairul Anwar, Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

No comments:

Post a Comment