Tuesday, March 31, 2020

Krisis Global, Omnibuslaw dan Gagapnya Pemerintah dalam Menangani Covid-19

Oleh : Khairul Anwar

      Umat manusia tengah dilanda sebuah kriris global. Boleh jadi ini adalah krisis terbesar yang pernah dihadapi oleh generasi kita. Untuk mengatasi krisis ini, tentu butuh langkah-langkah cepat nan taktis serta meyakinkan agar keadaan tidak semakin memburuk. Tindakan progressif untuk jangka panjang juga harus segera diambil namun tetap harus disertai dengan riset yang mendalam untuk mencegah ketimpangan.


Adalah virus corona atau yang dikenal dengan Covid-19, sebab krisis ini terjadi. Virus ini muncul pertama kali di Kota Wuhan China dan langsung menyebar luas ke segala penjuru dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Worrldometer, per 29 Maret (saat tulisan ini ditulis), ada sebanyak 678,910 kasus positif corona yang terjadi di 199 negara. Data ini menunjukan betapa mudahnya virus corona menular dari satu manusia ke manusia lain. Meskipun begitu, kabar baiknya adalah, walaupun virus corona banyak memakan korban jiwa, namun angka orang yang sembuh diseluruh dunia melebihi angka kematian. Artinya masih ada harapan ditengah ketidakjelasan nasib umat manusia.


      Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang disampaikan oleh pemerintah per 29 Maret, menurut Achmad Yuri (jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19), ada sebanyak 1.285 orang yang positif corona. Dimana 114 orang meninggal, dan 64 pasien yang sembuh.

Dengan rate kematian yang melebihi rate kesembuhan, kita tentu perlu khawatir. Apalagi, jika berkaca pada data, jumlah orang yang terinfeksi virus corona di Indonesia makin meningkat dari hari ke hari. Yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat sipil adalah mengikuti anjuran WHO dan pemerintah untuk mengisolasi diri di rumah dan menjauhi kerumunan, menjaga kebersihan dan kesehatan, sembari berharap pemerintah Indonesia mengambil langkah yang signifikan untuk meredam penyebaran pandemic ini.


Kabar tidak selalu buruk. Kita tentu dapat cerita bagaiman China negara episentrum wabah ini berhasil menekan angka penyebaran virus corona di negaranya. Bahkan kabarnya, tidak ada kasus positif baru yang berasal dari warga local China sendiri. Ini membawa angin segar bagi kita semua, bahwa pandemic ini dapat dicegah dan dikalahkan melalui langkah-langkah mitigasi yang benar. Hal ini, tentunya hanya bisa dilakukan apabila terciptanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan warganya. Tetapi kenyatannya, pemerintah hari ini gagap dan kurang serius dalam menangani virus ini. Lihat saja, pada wal mula virus ini mewabah di Kota Wuhan , otoritas China segera melockdown dan mengintruksikan warganya untuk berdiam diri di rumah, membangun rumah sakit khusus pasien terjangit, membuka transparansi informasi, mengembangkan teknologi yang bertujuan untuk memantau kondisi tubuh warganya, dan melacak dengan siapa saja pasien positif corona berinteraksi.


Berkaca pada kondisi Indonesia saat ini, jika ingin bertahan, pihak yang memegang kekuasaan harus mengambil kebijakan yang rasional disuatu sisi dan radikal disisi lain. Rasional dalam artian, pemerintah harus memperhitungkan sumber daya yang mereka miliki sebagai landasan dalam melakukan kebijakan. Selain itu, pemerintah juga harus memprediksi dampak-dampak apa yang akan timbul dari kebijakan yang dilakukan bersamaan dengan langkah untuk meminimalisirnya. Singkatnya, selain mengukur baying-bayangnya sendiri, mereka juga semestinya paham atas apa yang mereka lakukan. Sedangkan radikal yang dimaksud adalah adikal dalam cara berpikir dan tindakan. Mereka diharapkan bisa berpikir secara mendasar sampai ke akar-akarnya. Dengan metode berpikir, pemerintah Indonesia bisa menelusuri jejak cacat logika yang terpatri dalam kebijakannya terhitung semenjak virus ini muncul ke permukaan. Dengan ini juga mereka bisa mengevalusi diri sendiri, seperti mengapa mereka pongah sekali mendorong pariwisata, mengendorse influencer dengan gelontoran dana 72 Miliar, dan memberikan insentif kepada wisatawan yang datang, bahkan yang lebih parah berjibaku dengan rakyat sendiri perkara RUU Omnibus law yang menjadi kepentingan investor. Pasalnya, pada Senin 30 Maret, gerombolan perwakilan elit (Read: DPR) akan mengadakan siding paripurna terkait RUU Omnibus law. Sebuah hajatan besar boros dana ditengah krisis multi sector yang mulai menindas orang-orang yang kemaren disebut jubir corona sebagai; ORANG MISKIN. Padahal mereka tahu bahwa virus corona bisa mengancam warganya kapan saja. Alih-alih mempersiapkan diri menghadapi badai yang akan datang, mereka malah bersolek lalu kemudian menyalahkan orang lain karena riasan jelek yang mereka bikin sendiri.


Pemerintah Indonesia sendiri yang meremehkan virus ini sejak awal. Mereka selalu saja bilang kita sebagai warga tidak usah khawatir karena kita sudah terbiasa makan nasi kucing. Ada juga dagelan seperti ungkapan susu kuda liar dan doa qunut bisa mencegah penularan virus corona. Saya tidak menyalahkan doa nya. Namun, doa semujarab apa yang bisa dikabulkan jika tidak diiringi dengan ikhtiar yang cukup. Setelah itu semua, tiba-tiba mereka dengan seenaknya bilang rakyat Indonesia tidak boleh menganggap remeh virus corona. Sungguh ironis.


      Indonesia sebenarnya punya waktu yang cukup mempersiapkan diri, namun karena pemerintah sibuk menyukseskan Omnibus law dan godaan liberalisasi ekonomi lainnya, membuat mereka tumpul dan ignorance. Disinilah radikal dalam tindakan diperlukan. Menimbang penyebaran virus yang semakin massif dan ancaman dari berbagai sector yang akan menanti. Saya rasa, sudah sudah sepatutnya pemerintah Indonesia mempertimbangkan tindakan lockdown untuk pulau Jawa sebagai episentrum virus corona. Langkah ini tentu memiliki resiko yang besar, tapi patut untuk dukaji segera mungkin. Langkah ini juga harus disertai dengan kesiapan menanggung kebutuhan dasar rakyat yang paling terdampak, seperti buruh, petani, pekerja informal, masyarakat miskin kota, dan lain-lain.


            Tapi walau bagaimanapun, semarah-marah dan setakut-takutnya, kita tetap harus percaya; bahwa badai ini pasti akan berlalu.


Serang, 29 Maret 2020.







Saturday, March 28, 2020

Pandemi Covid-19 dan Kuliah Online, Seperti Apa Nasib Mahasiswa Unsera dalam Kacamata Anak FEB?



Dunia dibuat geger, ribuan manusia meninggal dunia dalam hitungan hari, segala upayakan dilakukan, seluruh Negara bahu membahu, dalam memberantas penyebaran Covid-19, dunia memberlakukan Social Distancing, dengan tujuan memotong penyebaran Virus Corona, membatasi interaksi sosial kita turut mengurangi penyebaran Covid-19.

Social Distancing turut diterapkan di dunia pendidikan, guna menghindari segala bentuk kemungkinan buruk, dengan membatasi interaksi per individu kita telah membantu mengurangi resiko penularan Covid-19. Kampus contohnya, diliburkan kemudian menerapkan proses kuliah online hal ini adalah solusi terbaik untuk mewujudkan upaya pencegahan, namun apakah semua mahasiswa bisa mengakses? Dan nyaman dengan kuliah online?

Sejak terbitnya surat edaran Rektor Universitas Serang Raya (Unsera) terkait upaya mencegah penyebaran infeksi Covid-19 di lingkungan kampus dan menghimbau agar berjalannya kuliah dengan dilaksanakan cara online (Daring) dan kemaren kembali digemparkan dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Rektor tentang perpanjangan sistem perkuliahan online menemui keluhan dari beberapa pihak.

Mahasiswa Unsera tak sedikit mengeluh atas banyaknya tugas kuliah yang diberikan selama diterapkannya sistem kuliah daring atau online. Kuliah daring yang sejatinya dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Diasease atau COVID 19, namun dinilai malah menekan psikis mereka dengan beban tugas yang padat.

Salah satunya seperti yang dikeluhkan Veni Silfiana, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dirinya mengatakan memang upaya untuk mencegah pandemi virus corona dengan cara menerapkan kuliah daring merupakan solusi yang tepat. Akan tetapi menurutnya kuliah daring malah membuat psikis mahasiswa terganggu dengan beban tugas yang hampir tidak ada waktu untuk istirahat.

"Kuliah online memang bagus saat seperti ini, tapi menjadi masalah ketika fasilitas pendukung tidak ada, tugas yang diberikan terlalu banyak bahkan jam kuliah online tidak sesuai jam mata kuliah, belum lagi ada beberapa teman yang kuwalahan dengan kuliah online," tegasnya.

Selain dari banyaknya beban kuliah, mahasiswa Unsera juga tak sedikit yang kecewa dengan prosedur kuliah online yang diterapkan kampus. Pasalnya jam kuliah yang tidak sesuai, apalagi para mahasiswa tidak memiliki peralatan pendukung yang memadai.

Dikatakannya, adapun sistem pendukung yang tidak memadai tersebut, seperti masih ada mahasiswa yang belum memiliki smartphone, jaringan internet yang lelet, komputer atau laptop, dan membuat komunikasi saat diskusi kurang efektif, sehingga menambah kebingungan bagi mereka atas beban tugas yang diberikan. Parahnya lagi, dari tugas yang diberikan oleh dosen, jadwal untuk mengumpulkan tugas yang sangat singkat selama diterapkan sistem kuliah online tersebut.

Menanggapi polemik kuliah daring yang diberlakukan di Unsera, salah satu mahasiswa manajemen yang sekaligus seorang aktivis, Ega Setiyawan, ia meminta agar akademik memberikan kebijakan yang sesuai, seperti mengembalikan sebagian uang UKT mahasiswa atau menyediakan layanan paket internet mahasiswa untuk akses perkuliahan, dan memberikan keringanan kepada mahasiswa yang tidak memiliki fasilitas elektronik serta mahasiswa yang daerahnya tidak terjangkau internet diberikan dispensasi dalam mengikuti kuliah secara daring sebagai pengganti fasilitias yang ada di kampus.

"Ya jadi itu solosi yang kami tawarkan untuk kampus, karena tidak mungkin kami menolak kuliah online, karena itu merupakan salah satu cara supaya tidak tertinggal materi kuliah dan kami berharap untuk dipertimbangkan", ujarnya

Ditinjau dari pespektif mahasiswa tingkat akhir. Sama halnya dengan Piki Andrean, mahasiswa prodi Manajemen semester 8, ia mengaku merasa kesulitan jika ingin berkomunikasi dengan dosen terlebih dia sebagai mahasiswa tingkat akhir

"Agak susah juga sih karena kalau mau bimbingan kan jumpa tidak langsung jadi seperti tidak puas saja,” jelasnya.

Selain itu, banyak dibeberapa sosial media curhat mahasiswa Unsera perihal kuliah online yang diberlakukan sehingga dinilai membebani mahasiswa dengan deadline tugas yang menumpuk dan lain sebagainya. Terkhusus mahasiswa tingkat akhir, saat kuliah daring diperpanjang hingga 11 Mei, pengambilan data skripsi tertunda, wisuda diundur, KKN Reguler 2 yang kemungkinan diundur dan sebagainya. (Red/Anwar)


Monday, March 9, 2020

Peringati International Women's Day, KBM FEB UNSERA Ciptakan Atmosfer Ramah Perempuan di Lingkungan Kampus



Memperingati International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret, Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Serang Raya (Unsera) menyerukan hak-hak perempuan dengan menggelar aksi solidaritas di lapangan parkir Universitas Serang Raya, pada Senin (9/3/2020)

Salah satu orator peserta aksi, Wiwin, mengatakan pesan yang ingin disampaikan melalui aksi ini adalah mempropagandakan dan menyuarakan kepada masyarakat luas akan problematika perempuan. "Terkait pelecehan kekerasan, dan diskriminasi terhadap perempuan. Dan juga terkait hak normatif buruh perempuan yang sampai hari ini masih belum terpenuhi secara keseluruhan," ujar mahasiswi Vokasi tersebut, dalam orasi ilmiahnya.

Selain menggelar aksi solidaritas, telah tampak di berbagai spot di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis berbagai poster dan sticker yang berisi tentang kampanye dan ajakan kepada seluruh warga Unsera khususnya Fakultas Ekonomi Bisnis untuk sadar terhadap berbagai isusexual harrasment dan seksisme di wilayah kampus. Tidak hanya itu, terdapat juga majalah dinding (mading) yang bertuliskan kalimat “TIADA TEMPAT UNTUK SEKSISME DI KAMPUS!!!” dan “WUJUDKAN KAMPUS RAMAH PEREMPUAN” di Mading Lantai 5 Gedung A.

Gerakan aksi soludaritas dan menempel poster itu merupakan ajakan kepada seluruh warga UNSERA dan masyarakat umum sebagai bentuk peringatan Hari Perempuan Internasional 2020 yang diperingati setiap tanggal 8 Maret.

Eka Iswanda, selaku ketua BEM FEB menjelaskan bahwa gerakan itu adalah kegiatan lanjutan hasil diskusi dan konsolidasi internal, dan output dari kegiatannya adalah melakukan aksi solidaritas dan kampanye kampus ramah perempuan dalam momentum IWD 2020. “Kami memutuskan untuk mengadakan mimbar bebas dan menempel poster di berbagai wilayah UNSERA untuk menciptakan atmosfer yang ramah perempuan dan meningkatkan awareness kepada warga kampus Unsera khususnya FEB terhadap berbagai isu pelecehan seksual dan seksisme yang terjadi disini,” tegas mahasiswi angkatan 2016 tersebut.

Eka berharap dalam kegiatan itu agar orang-orang sekitar terketuk hatinya dan sadar untuk selalu menghargai kaum perempuan dan menuntut pemerintah pusat agar hak-hak perempuan terpenuhi dengan regulasi yang ada. Selain itu, ia mengatakan latar belakang dari kegiatan itu adalah untuk memperingati momentum IWD dan minimnya kesadaran terhadap kejadian pelecehan seksual, baik mayor maupun minor di lingkungan kampus. Ia menambahkan bahwa hak-hak fundamental perempuan sebagai manusia seringkali masih tidak dipenuhi karena budaya patriarki yang masih marak.

“Dewasa ini, masih terdapat beberapa kasus dimana mahasiswi mengalami kesulitan untuk mendapat posisi dalam jabatan tertentu,” tambahnya. (Red/Anwar)


Thursday, March 5, 2020

PRESS RELEASE KBM FEB : Hasil Kajian Menyongsong IWD 2020

International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional bermula dan hadir dari kesadaran atas kenyataan ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki, dan ingin mengubahnya bersama-sama secara kolektif dan terorganisir sampai keadilan antara perempuan dan laki-laki terwujud. IWD yang selalu diperingati setiap tanggal 8 Maret akan tetap menjadi hari yang akan selalu diperingati dan dijadikan titik beranjak bagi kemajuan perempuan sedunia, dimana pun.

Tanggal 8 maret adalah salah satu momentum terpenting bagi kaum perempuan, karena ketika itu di tahun 1917 telah terjadi gerakan massa yang teroganisir pertama yang memperjuangkan hak perempuan di Petrograd yang kemudian memicu terjadinya Revolusi Rusia. Peristiwa bersejarah tersebut merupakan penanda sejarah, bahwa perempuan terorganisir dapat mendorong revolusi, juga memastikan persatuan kaum perempuan dapat menjadi kunci gerbang revolusi, yang tidak kalah dengan kaum laki-laki. Peristiwa monumental yang diperingati sebagai IWD tersebut sudah semestinya menjadi pemicu semangat kaum perempuan maupun laki-laki di zaman serba maju saat ini untuk membangun sistem sosial baru yang berkeadilan gender pada semua sektor kehidupan.

Kita tidak hanya sedang mempelajari ulang sebuah kata atau istilah untuk mulai mengekspresikan semua keresahan kita, namun kita sedang menyelidiki kembali sejarah gerakan perempuan dan terus membangun gerakan yang melibatkan kaum perempuan. Untuk mencapai itu, kita perlu memulai titik berangkat dengan membedah apa akar dari penindasan terhadap kaum perempuan? Lalu mendekonstruksikan secara bersama apa yang harus dilakukan?

Maka hasil kajian tertanggal 5 Maret 2020 bertempat gedung B lantai 4 Unsera, pada kesempatan ini KBM FEB menyatakan:
1. Hentikan perjodohan anak pada usia dini
2. Menyerukan kepada kaum perempuan Indonesia untuk bersatu membangun kekuatan dalam melawan diskriminasi kekuatan dan mengajak kaum perempuan untuk terlibat dan berperan aktif dalam wilayah public
3. Terus mendorong terciptanya iklim kampus yang ramah terhadap perempuan dan tertib moral demi mewujudkan kampus ramah perempuan
4. Sama-sama memperjuangkan diruang sosial dalam jeratan ketidakperpihakan ekonomi, sosial politik bahkan dalam ranah budaya patriarki.
5. Mengambil langkah-langkah progresif sebagai upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual, diantaranya dengan mendukung dan mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat untuk segera mengesahanka Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan seksual.
6. Memperluas dan memperdalam cakupan program kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sehingga dapat mengatasi lebih banyak persoalan perempuan, terutama di kalangan perempuan buruh, petani, dan perempuan miskin kota.

            Demikian Press Realese dan pandangan ini kami buat untuk menjadi pengetahuan umum.


“Tak ada perubahan social, ekonomi dan politik
tanpa partisipasi kaum perempuan.”

Serang, 5 Maret 2020.
Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, FKIP dan Vokasi
Universitas Serang Raya

Tuesday, March 3, 2020

Menyoal Sekretariat Ormawa Unsera ; Hiruk Pikuk dan Segala Paradoksnya


Siang itu matahari terasa diujung ubun-ubun, terik yang membuncah membuat hiasan fatamorgana diatas langit kampus aquarium (read: unsera). Aku melangkah ke sebuah tempat secretariat organisasi mahasiswa (ormawa), tepatnya di gedung B lantai 4. 

Suasana yang konon tempat para perkumpulan para aktivis ini sepi, hal ini dikarenakan tak ada orang yang berkegiatan disini dikarenakan kondisi kampus sedang libur semester. Terlepas dari kondisi kampus libur, memang suasana lantai secretariat ini tak selalu ramai bahkan tidak sedikit ruang-ruang secretariat yang jarang dihuni, hanya segelintir orang-orang saja yang terlihat di lantai secretariat ini.

Rasanya mubazir melihat ruangan-ruangan sekretariat yang tersedia, namun hanya segelintir orang saja dari tiap ormawa yang mengisinya. Fasilitas yang disediakan oleh pihak lembaga untuk ruangan-ruangan ini pun tak juga memprihatinkan, bahkan Air Conditional (AC) tersedia dimasing-masing ruangan. Namun apa daya, masih banyak ormawa yang merasa kurang dengan secretariat yang sudah tersedia ini. Dengan fasilitas secretariat ini, tetap saja banyak mahasiswa khususnya para ormawa yang memilih untuk melakukan kegiatan seperti rapat dan keperluan acara organisasi diluar ruangan secretariatnya. Tak jarang mereka lebih memilih melakukannya di kantin, taman samping kantin, bahkan ada juga yang melakukan kegiatan keorganisasiannya disamping tangga 
darurat gedung A. 

Namun tak semata-mata mereka secara sengaja para ormawa jarang diisi 
kesekretariatannya, mereka memiliki alasannya tersendiri dengan jarang sekali berkegiatan di lantai secretariat ini.

Apa Alasannya? 

1. Tidak Strategis dan Sulit Dijangkau

Banyak para ormawa yang mengeluh karena tempat sekretariatnya yang tidak strategis dan sulit dijangkau. Tempat yang berada di lantai 4 tak sedikit membuat para ormawa mengeluh dan merasa kepayahan untuk menaiki anak tangga agar bisa menuju ruangan secretariat. 

Memang benar adanya, yang terlihat didalam gedung B ini tidak sama seperti gedung A, gedung B ini tidak didukung dengan fasilitas elevator (lift). Hal inilah yang oleh para ormawa, mereka harus merasakan bolak-balik menaiki dan menuruni anak tangga. Terlebih ketika mengadakan acara, banyak dari mereka yang harus ‘berolahraga’ terlebih dahulu untuk mengangkat barang-barang keperluan acaranya. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana repotnya.

2. Kapasitas yang Sempit

Sekretariat yang menjadi rumah kedua bagi para organisatoris dan menjadi 
penunjang dalam efektifitas pelaksanaan kegiatan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa sebagai bagian dari proses pendidikan yang termaktub dalam UU No 12 Tahun 2012 pasal 14 ayat 1.

Namun sangat disayangkan, kondisi sekrteratiat ormawa yang terlalu berukuran kecil sehingga mengganggu dan memperlambat kegiatan. Kapasitas yang sempit hanya bisa menampung sekitar 15 orang sedangkan jumlah orang dari masing-masing ormawa jauh melebihi kapasitas secretariat, sehingga ketika rapat tidak bisa menampung. Tak jarang ormawa menggunakan koridor luar ruangan sebagai penggantinya, namun hal ini justru mengganggu ormawa lainnya yang akan melintas.

3. Jam Operasional Dibatasi

Pemberlakuan jam malam di Universitas Serang Raya merasa kurang puas dan dibatasi dalam berkegiatan oleh kalangan ormawa. Dengan procedural kampus yang hanya mengizinkan jam penggunaan secretariat disamakan dengan jam operasional kampus. Secretariat dibatasi dan disterilkan sampai pukul 21.00 WIB, dan ditutup ketika hari Minggu. 

Hal ini pernah menjadi tuntutan yang dibawa Ormawa ketika audiensi dengan pihak lembaga yang menginginkan agar secretariat digunakan selama 24 jam. Namun sudah menjadi pertimbangan lembaga yang tidak memberlakukan secret 24 jam, karena ada beberapa factor diantaranya mencegah penyalahgunaan dan menertibkan keamanan. Win-win-solution Nya adalah harus membangun secretariat diluar gedung, selain mudah dijangkau kegiatannya tidak dibatasi. Semoga bisa terwujud meski dalam jangka waktu lama demi efektivitas kegiatan kemahasiswaan untuk generasi kedepannya.

Ditulis oleh : Khairul Anwar



Monday, March 2, 2020

Perdana, Himatika Unsera Jadi Tuan Rumah Silaturahmi Antarkota IKAHIMATIKA Wilayah III


Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (Himatika) Universitas Serang Raya (Unsera) untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah dalam kegiatan Silaturahi Antarkota (Silata) Ikatan Keluarga Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika (IKAHIMATIKA). Pasalnya, Organisasi Kemahasiswaan Unsera yang baru saja dibentuk sejak tahun 2018 ini sudah mampu menggelar dan menjadi tuan rumah pada ajang perkumpulan mahasiswa pendidikan matematika seluruh Indonesia. Selain Unsera, Himatika Untirta juga menjadi panitia bersama dalam pelaksanaan Silata IkaHimatika Wilayah III ini.

Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, pada tanggal 29 Februari sampai dengan 1 Maret 2020 yang bertema “Matematika Jawara di Era Revolusi Industri 4.0”

Ketua pelaksana, Yuni Fajriani, menerangkan kegiatan ini sebagai ajang silaturahmi dan mensinergiskan antar kampus untuk memajukan himpunan nya masing-masing. "Kegiatan tersebut dihadiri 115 delegasi mahasiswa dari 24 Universitas" terangnya.

Sementara ketua umum Himatika Unsera, Satria Purwo Siliwangi, mengharapkan dari kegiatan ini, dapat menjalin hubungan baik antar Mahasiswa Pendidikan Matematika yang ada di Indonesia.

“Dengan tema yang ada, kami mengharapkan agar IKAHIMATIKA mampu menjawab tantangan problematika dalam era 4.0 dengan tidak meninggalkan nilai moralitas” ujarnya.

Acara hari terakhir yaitu fieldtrip dan games di Pantai Anyer, kemudian diakhiri dengan foto bersama. (Red/Anwar)